Trauma psikologis merupakan suatu kondisi yang muncul akibat peristiwa buruk yang telah terjadi pada diri seseorang. Saat mengalami trauma, seseorang akan tersiksa dengan segala perasaan seperti emosi, ingatan, kecemasan, dan juga ketakutan yang mengingatkan kepada peristiwa tersebut, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Dampaknya, seseorang dapat mengalami trust issue akibat trauma terhadap suatu peristiwa.
Menurut survei kesehatan jiwa oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) selama pandemi COVID-19, sebanyak 68% responden mengalami kecemasan, 67% mengalami depresi, dan 77% mengalami trauma psikologis. Responden yang memiliki trauma psikologis mengaku telah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang kurang menyenangkan terkait COVID-19. Yang mengalami tiga hal tersebut didominasi oleh perempuan, yaitu sebanyak 76,1%.
Selain COVID-19, masih ada banyak peristiwa yang dapat mengakibatkan trauma. Peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan trauma adalah peristiwa yang dialami oleh seseorang yang dapat mengakibatkan rasa cemas dan ketakutan, atau lain-lain. Contohnya seperti kecelakaan, bencana alam, serangan teroris atau aksi kriminal, dan kejadian buruk lainnya. Ditambah lagi apabila kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga dan dialami saat masih anak-anak. Hal ini sangat berpotensi menyebabkan trauma masa kecil.
Ilustrasi Trauma Psikologis (sumber: freepik.com)
Pada dasarnya, siapa saja memiliki potensi mengalami trauma. Namun, menurut saya, dampak dari trauma itu sendiri memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap kesehatan mental seseorang. Selain itu, trauma ini dapat disembuhkan, atau bahkan dapat tumbuh menjadi trauma yang semakin kuat. Misalnya sebuah peristiwa terjadi pada saat usia masih dini, maka dampak trauma dapat sembuh saat dewasa karena mendapat penanganan yang tepat dan sering mengikuti terapi, atau juga dapat berubah menjadi semakin menyakitkan ketika menjelang dewasa.
Supaya trauma tidak tumbuh ketika seseorang menjadi dewasa, maka yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menyembuhkan trauma psikologis adalah dengan berkonsultasi kepada psikolog. Setelah melakukan beberapa kali konsultasi hingga mendapat diagnosis yang tepat, maka psikolog dapat melakukan terapi kepada pasien atau merujuk pasien kepada psikiater untuk mendapat resep obat.
Umumnya, penderita trauma psikologis juga akan mengatasi trauma psikologis dengan menjalani psikoterapi. Jenis psikoterapi antara lain adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan somatic experiencing.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah jenis psikoterapi yang dapat membantu menerima dan mengevaluasi pikiran dan perasaan terhadap kejadian traumatis yang pernah terjadi. Sedangkan somatic experiencing adalah jenis psikoterapi yang sedikit berbeda dengan CBT, terapi ini lebih fokus terhadap sensasi yang dirasakan oleh tubuh terhadap peristiwa penyebab trauma.
Pada kondisi tertentu, seseorang dengan gejala gangguan psikologis perlu mengonsumsi obat-obatan. Biasanya, pemberian obat-obatan pada bidang ini diresepkan oleh psikiater setelah mendapat rujukan dari psikolog yang sebelumnya telah melakukan diagnosis. Di samping itu, meski sudah mengonsumsi obat-obatan, psikiater juga harus tetap melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kondisi kesehatan kita, yaitu dengan melakukan terapi. Jenis obat yang biasa digunakan dalam terapi adalah tranquiliser dan antidepresan.
Tranquiliser dapat membantu mengurangi kecemasan yang timbul akibat trauma yang sedang dialami. Tak hanya itu, penggunaan obat ini juga dapat membantu agar bisa merasakan kantuk. Tranquiliser tidak disarankan untuk penggunaan jangka panjang karena obat ini memang lebih ideal untuk penggunaan jangka pendek. Jika penggunaan tranquiliser dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang dapat menimbulkan rasa candu, sehingga tidak baik untuk kesehatan.
Antidepresan juga merupakan jenis obat yang banyak diberikan kepada penderita trauma psikologis. Setelah seseorang didiagnosa mengalami depresi, psikiater dapat segera meresepkan antidepresan untuk pasien. Penggunaan obat antidepresan dapat membantu mengurangi gejala depresi dengan periode konsumsi tertentu sesuai resep.
Menurut saya, trauma psikologis dapat ditangani oleh diri sendiri dengan cara mengalihkannya dengan fokus terhadap hal tertentu. Misalnya fokus terhadap hobi atau kesenangan yang lain. Seseorang yang mengalami trauma juga disarankan untuk tidak banyak menyendiri dan lebih sering bersosialisasi supaya tidak terus terpaku terhadap rasa trauma tersebut yang dapat berujung pada self harm (tindakan menyakiti diri sendiri) dan sejenisnya.
Trauma sulit untuk dihindari seseorang, tergantung seberapa kuat mental seseorang dalam menghadapi suatu peristiwa yang menyebabkan trauma. Namun, apabila trauma sudah dalam level yang berdampak besar terhadap kesehatan mental seseorang dan mengganggu aktivitas keseharian, maka perlu mendapat penanganan dari psikiater dan melakukan terapi secara rutin.