Kronologis perampasan tanah Candra Naya dan dipenjaranya Ketua Candra Naya.
1. Sekeluarnya Bapak Khoe Woen Sioe dari Interniran Jepang pada akhir Agustus 1945, dilihatnya keadaan masyarakat yang begitu menderita serba kekurangan (1.07h5). Bapak Khoe Woen Sioe kemudian bersama 8 orang temannya membuat surat ajakan kepada masyarakat Tionghoa dalam surat kabar Sin Po terbitan 2 Januari 1946, untuk melakukan revolusi dalam masyarakat Tionghoa dengan berbuat kebaikan dan membasmi keburukan serta menyingkirkan cacad jelek yg dirasa telah menjadi penyakit hebat dalam masyarakat dengan cara berkumpul membuat perkumpulan untuk menolong masyarakat yang lemah (1.12.6.2). Ajakan mana ternyata mendapat sambutan dari masyarakat Tionghoa, maka pada tgl 26 Januari 1946 lahirlah perkumpulan Sin Ming Hui (2.1.1) (sekarang bernama Perkumpulan Sosial Candra Naya disingkat PSCN (2.1.3)).
2. Menurut Bapak Khoe Woen Sioe perkumpulan sosial di Jakarta dalam kurun waktu 25 thn terakhir (1920-1945) dirasa mandek kegiatannya, maka Bapak Khoe Woen Sioe dkk membuat perkumpuan Sin Ming Hui sedemikian rupa sehingga dalam waktu 2 tahun berhasil mengajak 7000 masyarakat khususnya Tionghoa untuk berbuat nyata dalam meningkatkan harkat manusia tanpa pandang suku, agama dan ideology. Kagiatan yang dilakukan antara lain menolong para pengungsi, membangun rumah yatim piatu, rumah jompo, kegiatan rekreasi dan ketrampilan seperti olah raga, bilyard, pingpong, bulutangkis, sepak bola, catur, Bridge, fotography, angkat besi, pemuda, wanita, kepanduan, Musik dan seni lukis, sandiwara, kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, kewarganegaraan, biro hukum, bidang pendidikan dari sekolah sekolah rakyat, SD anak miskin, SMP, SMA, SAA sampai Universitas Tarumanegara,dalam bidang kesehatan dari poliklinik sederhana sampai Rumah Sakit Sin Ming Hui yang besar (sekarang bernama R.S. Sumber Waras).
3. Khusus dibidang kesehatan, pada awalnya Sin Ming Hui kekurangan obat-obatan, karenanya balai kesehatan yang dibangunnya ditangani oleh Rode Kruis (Palang Merah Belanda). Menjelang penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda tahun 1949, Rode Kruis menghentikan kegiatannya. Namun karena masyarakat, khususnya kaum kecil sangat membutuhkan pelayanan kesehatan maka perkumpulan Sin Ming Hui berusaha membuka kembali polikliniknya (1.12.2.3)
4. Perkembangan poliklinik ini sangat pesat, pada tahun 1950 dibuka poliklinik Sin Ming Hui cabang Jatinegara. Badan kepengurusannya juga berubah menjadi Lembaga Propaganda Kesehatan dengan membuka bagian2 pengobatan specialist seperti bagian penyakit paru (rongents), penyakit gigi, wanita hamil, penyakit mata, telinga, tenggorokan dan hidung, penyakit kanak2, laboratiorium bakteriologis dan chemis, apotik dan lain sebagainya. Semua dananya diperoleh dari sumbangan anggota dan masyarakat
5. Prestasi dari kerja keras yang tidak mengenal lelah dari Lembaga Propaganda Kesehatannya tersimpan rapi dalam sebuah laporan yang bernama Laporan Lembaga Propaganda Kesehatan Sin Ming Hui Tahun 1951-1952 di gedung Perpustakaan Nasional (1.02). Dari laporan tersebut untuk pertama kalinya terdokumentasi niatan Perkumpulan Sin Ming Hui untuk mendirikan Rumah Sakit Sin Ming Hui. Dalam laporan dihalaman 25 s/d 28 terlihat alasan2 perlu dibangunnya RS Sin Ming Hui (sekarang bernama RS Sumber Waras), berupa rencana pembelian tanah, pembuatan bangunan, perabot RS dan Alat Kedokteran, Rancangan keuangan, modal bekerja/dana cadangan dan cara mendapatkan uang. Sumbangan pertama pembangunan RS Sin Ming Hui datang dari Harian Sin Po Rp.20.000,-, harian Keng Po Rp. 25.000,-, Sdr. Lie Son Jam Rp.5.000,-, dan Sdr. Tio Tek Hong yang akan menyumbangkan Paviljun. Usaha mencari dana RS a.l. dengan mengadakan pertunjukan Sandiwara, Konsert, Mode Show, Undian, Pertandingan Sepak Bola. Pihak Kong Koan (pemilik tanah) juga telah menyediakan sebidang tanahnya di Jalan Tangerang, sekarang Kyai Tapa. Sdr. Jo Joe Tjiang dari Sin Ming Hui Bandung akan menyumbangkan mobil Ambulance, murid2 sekolah Chung Hua Chung Hsueh juga berkenan dalam usaha mengumpulkan uang dari masyarakat.
6. Meski pembangunan RS Sin Ming Hui sudah dirancang sejak tahun 1951-1952, akhirnya peletakan batu pertama RS tersebut baru terlaksana pada tanggal 3 Januari 1956 (1.10 hal 41). Dalam periode tersebut sumbangan yang terkumpul dari masyarakat sejumlah Rp. 1.034.703,97 (1.03). Dari dalam list itu tampak sumbangan dari Tn. Tjan Djie Seng Rp.2,- dan Fa. Liang Khiun Hin dari Pemangkat Rp.100,- kota kecil nun jauh di utara Singkawang, Kalimantan Barat. Itu semua memperlihatkan betapa solidaritasnya masyarakat Tionghoa dalam upaya membantu membangun RS Sing Ming Hui yang akan sangat berguna untuk menolong orang sakit khususnya yang lemah ekonomi tanpa pandang agama dan golongan.
7. Kesibukan Panitia Pembangunan Rumah Sakit Sin Ming Hui yang diketuai oleh Dr. Loe Ping Kian terekam jelas dalam notulen Rapat Panitia di tahun 1957 (1.12.1.1). Pembangunan RS Sin Ming Hui tahap pertama ini direncanakan membangun 3 komplek masing2 seluas 1500m2, 20140m2 dan 1820m2 dimana keseluruhannya akan menelan biaya sebesar Rp.9.200.000,-. Dana pembangunan yang terkumpul dari tahun 1952 sampai akhir 1956 lebih kurang Rp. 2.000.000,- ditambah dengan prediksi dana yang akan terkumpul ditahun 1957 diperkirakan Rp. 1.200.000,- maka kekurangan sebesar Rp.6.000.000,-. Bila hanya mengandalkan sumbangan masyarakat dan kegiatan fundraising diperkirakan pembangunan tahap pertama akan selesai dalam 5-6 tahun. Agar pembangunan RS bisa selesai di tahun 1957 maka Bapak Khoe Woen Sioe dan dr. Loe Ping Kan mengajukan pinjaman ke Departemen Kesehatan dan ke Hongkong and Shanghai Bank sebesar Rp.6.000.000,- (1.12.2.1).
8. Setelah bangunan RS tahap pertama selesai, pada tgl 24 Juni 1957 RS. Sin Ming Hui diresmikan, dengan dihadiri oleh Mentri Sosial Bp. Suroso, Jawatan Kesehatan Kota, dr. Nasir St. Bagindo dan dr. R. Soewarno, Walikota Jakarta Bapak Sudiro (1.04)
9. Tanah yang dipakai untuk membangun RS Sin Ming Hui adalah tanah Kong Koan yang dibeli dari Ny. Janda Oey Han Nio seluas 8 Ha di jalan Tangerang No.1 (sekarang Kyai Tapa No.1) yang menghabiskan Rp.300.000,- termasuk membeli hak usaha penggarap diatas tanah tersebut (1.04.hal 13 vide 7.4.3). Sertifikat tersebut dipecah menjadi dua bagian, yaitu sertifikat HGB No. 2878 atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras (3.6) yang sekarang berukuran 36.410M2, sebelumnya sertifikat HGB No.1 seluas 41.290M2 dikeluarkan tanggal 17 Mei 1968 ex Eigendom no. 5961 dan SHM No. 124/Tomang atas nama Perkumpulan Sin Ming Hui (3.1) yang sekarang berukuran 32.370M2, sebelumnya SHM No.80/Petojo dikeluarkan tanggal 14 September 1962 ex Eigendom no. 21591. Pemecahan tersebut oleh pendirinya Bapak Khoe Woen Sioe dimaksudkan agar bila suatu hari Rumah Sakit menjadi besar tidak melupakan organisasi induknya Perkumpulan Sin Ming Hui (PSCN).
10. Rumah Sakit Sin Ming Hui pada tahun 1961 berubah nama menjadi R.S. Sumber Waras dan diberikan payung hukum berupa yayasan yang bernama Yayasan Kesehatan Candra Naya (ejaan lama Tjandra Naja) pada tanggal 18 Desember 1962 dan tercatat dalam Berita Negara RI No. 58 tahun 1962 (2.2.1). Rapat pendirian Yayasan ini dilakukan di Candra Naya pada tanggal 3 Agustus 1962 (1.06) dengan susunan pengurus Yayasan Kesehatan Candra Naya yang diketuai oleh Dr.Liem Tjae Le (1.05).
11. Setelah sukses membangun RS nya di tahun 1957, perkumpulan Sin Ming Hui semakin kesohor. Pada 1 April 1961 di Kongres Badan Kerja Sama Badan2 Sosial se Indonesia yang diadakan di Kaliurang, sdr. Padmo Soemasto SH dari Candra Naya terpilih sebagai ketua Badab Kerja Sama Badan2 Sosial se Indonesia.(1.12.3.8 dan 1.12.4.1)
12. Perkumpulan Sin Ming Hui sebagai organisasi sosial yang mengabdi pada masyarakat, mempererat persaudaran serta mempertinggi derajat manusia (2.1.2), meskipun awalnya didirikan dan diurus oleh warga keturunan Tionghoa, namun karena tujuannya yang mulia dan bermanfaat bagi semua masyarakat tanpa membedakan golongan akhirnya warga non Tionghoa mulai masuk menjadi anggotanya, bahkan ada dari mereka yang menjadi pengurus Perhimpunan Sin Ming Hui. Seperti Sdr. Padmo Soemasto SH yang pada periode kepengurusan 1960-1961 menjabat sebagai wakil ketua 2 dan pada periode 1961-1962 menjadi wakil ketua 1 (1.12.5.4). Sdr. Padmo juga menjadi ketua Panitia Lustrum ke 3 (1.12.1.6) dan menjadi anggota pengawas Yayasan Kesehatan Candra Naya pada saat yayasan tersebut berdiri di tahun 1962 (1.05).
13. Sikap Nasionalis dari Perhimpunan Sin Ming Hui adalah sikap yang sangat maju sebagaimana yang dicita-citakan pendirinya khususnya bapak Kwoe Woen Sioe agar orang Tionghoa melakukan revolusi dalam golongannya dan melakukan segala kebaikan dan meninggalkan hal yg buruk. Sikap Nasionalis ini juga tampak dari arti lambang Perkumpulan Sin Ming Hui, yang artinya Sinar Baru, yang intinya berupa Mercu Suar yang berdiri kokoh ditengah masyarakat untuk memberikan berbagai pertolongan dan bersikap non partisan (1.10.hal 136). Sikap Nasionalis juga terlihat dari seruan pemimpin Sin Min Hui di majalan Sin Ming 1 Februari 1950 setelah terjadi penyerahan kedaulatan RIS pada 27 Des 1949, dikatakan bahwa golongan Tionghoa peranakan secara otomatis menjadi warganegara Indonesia dengan hak repudiasi dalam 2 tahun. Diingatkan bahwa golongan Tionghoa jangan mau enaknya saja, tetapi melupakan atau tidak mau mengingat kewajiban sebagai warganegara. Dikatakan bahwa orang Tionghoa mencintai negeri ini karena dilahirkan, sekolah,menjadi besar, berjuang untuk penghidupan sehari-hari dan mati dikubur disini ( 1.09 hal 2). Sikap agar golongan Tionghoa Peranakan tidak berorientasi lagi ke tanah leluhur juga terlihat dalam tulisan buku Sin Ming Hui 10 tahun halaman 21 yaitu :”Ketika 1 Oktober 1949 didirikan RRT, banyak organisasi kirim kawat pada Mao Tse Tung – kecuali Sin Ming Hui. Tentang ini dalam organ SMH terdapat tulisan yang menarik dihalaman depan, meski dari seorang anggota tapi tanpa komentar dari redaksinya. Ringkasnya isi tulisanitu demikiana: Sin Ming Hui bukan partai politik, sekalipun parti seperti Persatuan Tionghoa, toh tidak bisa partai Indonesia itu berpolitik Tiongkok. Dalam SMH ada yang suka jadi WN Tionghoa saja, ada yang suka jadi WN Indonesia, ada yang pro Kuomintang, ada yang pro Kunchantang. Meski begitu semua bersatu dibawah bendera Sin Ming Hui. SMH adalah perkumpulan sosial” (1.10 hal 21).
14. Namun badai politik Nasional dan regional di era awal tahun 1960an rupanya tidak begitu saja memuluskan cita2 pendiri perhimpunan Sin Ming Hui dalam mengajak keturunan Tionghoanya menjadi warganegara sejati, hal ini terlihat ketika segalanya baik jiwa dan cara hidupnya Perkumpulan SMH sudah terasa nasionalis, dan hanya nama ‘Sin Ming Hui’ yang masih terasa eksklusif. Upaya merubah nama Tionghoa menjadi nama nasional menimbulkan pro kontra dengan perdebatan yang cukup panjang (1.12.3.6). Semula dilakukan referendum pada tgl 15 Juni s/d 15 Juli 1959, namun karena ada prosedur yg cacad maka diadakan referendum ulangan pada tanggal 16 s/d 30 September 1959 dengan hasil setuju ganti nama sebanyak 60, tidak setuju 89 dan blanko 2. (1.12.3.5) . Pada tgl 11 Feb 1960 perubahan nama akhirnya disetujui dengan suara 24, dimana yg tidak setuju 1 dan blanko 2 suara.(1.12.1.4) , putusan tersebut kemudian disahkan dalam RUA tanggal 20 Meret 1960. Pada tgl 16 Juni 1960 akhirnya didapat nama penganti yaitu ‘Dharma Bakti’, namun karena nama tersebut sudah dipakai badan lain maka dibatalkan dan diganti dengan nama Tjandra Naja yang berarti Sinar Baru (=New Light). Nama baru Tjandra Naja akhirnya di sah kan dalam BNRI No. 6 tahun 1962 tertanggal 19 April 1962.(2.1.3)
15. Ketegangan internal terjadi lagi dikala Sdr. Padmo Soemasto SH selaku wakil ketua 2 hendak di calonkan sebagai calon tunggal untuk ketua periode 1961-1962. Masih banyak yang fanatik Tionghoa tidak mau menerima seorang ketua diluar etnis Tionghoa. Untuk menghindari perpecahan Bapak Khoe Woen Sioe akhirnya ikut mencalonkan diri dan otomatis terpilih menjadi ketua periode 1961-1962 dan Sdr. Padmo Soemasto SH diangkat menjadi wakil 1. Resistensi sebagian anggota SMH yang fanatik Tionghoa terasa semakin hebat dengan campur tanganya Baperki, sebuah ormas Tionghoa yang sangat besar dan berpengaruh saat itu. Hal ini terjadi ketika untuk mencari penganti bapak Khoe Woen Sioe untuk periode kepengurusan 1963-1964, kembali nama Padmo Soemasto muncul sebagai calon tunggal. Baperki akhirnya merebut kepengurusan di PSCN dengan menyusupkan orang2nya sebanyak 250 orang yang sebagian besar terdiri dari pelajar dan mahasiswa kedalam rapat umum anggota PSCN tanggal 23 Agustus 1963 untuk memilih pengurus baru periode 1963-1964. Dalam RUA tersebut anggota Baperki yang baru mendaftar dipagi hari menjadi anggota PSCN, malam harinya sudah banyak bicara dan menguasai forum rapat umum anggota, sehingga saat pemilihan calon ketua Sdr. Phoa Thoan Hian tokoh politik dari Baperki memperoleh 117 suara versus Sdr. Padmo Soemasto 47 suara. Kisah jatuhnya PSCN ketangan orang2 Baperki (ormas yang terindikasi dengan PKI) tercatat jelas dalam buku yang ditulis oleh Bapak Kwoe Woen Sioe dengan judul Tjandra Naja di Persimpangan Jalan pada tanggal 3 Oktober 1963 (1.07).
16. Periode 1963-1965 dibawah pimpinan Sdr. Phoa Thoan Hian tidak didapati catatan2 yang menyangkut kegiatan PSCN. Pasca G30S PKI 1965, badai politik mencapai puncaknya di Indonesia, PKI dibubarkan begitupun ormas yang terafiliasi dengan PKI termasuk Baperki. Pengurus PSCN ada yang ditangkap, ada yang sembunyi atau melarikan diri sehingga praktis PSCN tidak memiliki pengurus ditingkat pusatnya. Pada masa itulah Sdr. Padmo Soemasto SH bersama Sdr. Liem Tjing Hien SH mengambil alih kepengurusan Rumah Sakit Sumber Waras dengan membuat akta no. 4 tahun 1966 yang intinya memisahkan Yayasan Kesehatan Candra Naya dengan induknya Perhimpunan Sosial Candra Naya, juga menganti nama Yayasan Kesehatan Candra Naya menjadi Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Anggaran Dasar Yayasan Kesehatan diperbaharui dan pengurus lamanya diganti oleh Sdr. Padmo Soemasto SH dengan Sekretaris Sdr. Liem Tjing Hien SH mantan ketua PSCN periode 1953-1955. Akta tersebut selanjutnya didaftarkan pada BNRI No. 80 tahun 1998 (2.2.4), 32 tahun setelah Sdr. Padmo Soemasto SH ‘menyelamatkan’/menguasai RS Sumber Waras.
17. Setelah ketua PSCN Sdr. Phoa Thoan Hian ditangkap, secara de facto PSCN diketuai oleh Sdr. Padmo Soemasto SH. Sementara ini dokumen tertulis yang menyatakan Sdr. Padmo sebagai ketua PSCN ditemukan akta Hibah No.5 tahun 1970 yang dibuat dihadapan Notaris Djojo Muljadi SH, alias Liem Tjing Hien SH (3.2). Yang isinya sdr. Padmo Soemasto SH selaku ketua PSCN menghibahkan tanah SHM No.124/Tomang an. Sin Ming Hui yang terletak di jalan Kyai Tapa No. 1 (lokasi RS Sumber Waras) kepada penerima hibah Sdr. Padmo Soemasto SH selaku ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Surat hibah tersebut tanpa persetujuan dari RUA PSCN. Sdr. Padmo Soemasto SH dan khususnya Sdr. Liem Tjing Hien SH selaku orang lama PSCN yang turut membangun RS Sumber Waras tentu paham bahwa Bapak Khoe Woen Sioe yang mengurus pembelian tanah RS Sumber Waras tidak menghendaki keseluruhan tanah diberikan kesatu nama yaitu nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras, sehingga tanah 8 ha tersebut di pisah menjadi dua sertifikat. Tindakan hibah dalam surat hibah no. 5 tahun 1970 semata-mata dibuat sebagai tindakan sdr. Padmo Soemasto SH dan Sdr. Liem Tjing Hien SH untuk menyelamatkan Aset PSCN dari kekwatirannya diambil paksa oleh Pemerintah Order Baru sebagaimana yang dikatakan sendiri oleh Sdr. Padmo dalam akta penyimpan surat no.12 tahun 2000 (2.3) dan dalam pembelaanya di tingkat MA ketika Sdr. Padmo di gugat dr. Eddy Waworuntu pada 1999.(7.3)
18. Surat hibah No.5 tahun 1970 keberadaannya tidak diketahui oleh Sdr. I Wayan Suparmin maupun pengurus PSCN lainnya hingga diadakannya RUA PSCN tanggal 22 September 1999, dimana dalam RUA tsb sdr. Padmo melaporkan dalam point 2 huruf g, kutipan lengkapnya sebagai beritut “Tanah PSCN dulu Sing Ming Hui seluas 7000m2 (sebenarnya 32.370m2) yang sesuai dengan RUA 9 Desember 1990 diulang dihibahkan kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras/Rumah Sakit Sumber Waras, karena tidak dapt pengesyahan perubahan Anggaran Dasar PSCN dari Instansi yang terkait, maka tidak dapat diadakan perlaksanaan hibah. Pada saat G30S para Pengurus YKCN berafiliasi kepada organisasai terlarang, sehingga tanah dihibahkan ke YKSW akan tetapi penghibahan dimaksud tanpa persetujuan Rapat Umum Anggota, kalao tidak dihibahkan tanah dapat disita oleh Negara. Lahan tesrebut sekarang masih tetap meilik PSCN dengan sttus Hak Milik Nomor 124 surat ukur Nomor 601 tahun 1954, sehingga dengan demikian Pengurus bebas dari sangkaan penggelapan (3.3)”. kutipan selesai. Hibah yang dimaksud yang terjadi setelah pengurus YKSW dikatakan terafiliasi kepada organisasi terlarang adalah hibah no. 5 tahun 1970, sedangkan hibah ulangannya adalah hibah no. 2 tahun 1996. Hibah ulangan ini dikemudian hari oleh sdr. Padmo Soemasto baik mewakili PSCN maupun YKSW telah membatalkannya melalui akta pembatalan hibah No.223 tahun 1998 (3.4).
19. Pasca runtuhnya pemerintahan Orba tahun 1998, kekuasaan Sdr. Padmo Soemasto SH di Yayasan Kesehatan Sumber Waras maupun di Perhimpunan Sosial Candra Naya yang telah berlangsung lebih dari 34 Tahun mulai digugat reformasi oleh pengurus maupun karyawan dari Rumah Sakit Sumber Waras maupun Perhimpunan Sosial Candra Naya.
20. Disamping desakan reformasi dari internal YKSW maupun PSCN, pada saat yang bersamaan ditahun 1999 Sdr. Padmo Soemasto SH juga mendapat gugatan hukum dari Kolonel Purn. Dr. Eddy L. Waworuntu mantan guru SAA Candra Naya tahun 1953 dan pengurus di PSCN.
21. Sebelum membahas ekses gugatan reformasi internal maupun gugatan hukum, ada beberapa kejadian selama periode panjang PSCN dan YKSW diketua oleh Sdr. Padmo Soemasto SH. (1966-2000), yaitu : 1. Pasca ditutupnya sekolah2 Tionghoa pada tahun 1965, sekolah SD, SMP, SMA, SAA Candra Naya panen murid sekolah pindahan dari murid2 sekolah Tionghoa yang ditutup, 2. Disekitar tahun 1970an dibagian depan tanah RS Sumber Waras berdiri Tomang Plaza, disinyalir sebagian tanah RS Sumber Waras tsb dijual oleh Sdr. Padmo Soemasto. 3. Pada tahun 1993 guna kepentingan komersial dari konglomerat Tionghoa gedung Sin Ming Hui yang penuh dengan sejarah perjuangan masyarakat Tionghoa di jalan Gajah Mada 188 dibongkar dan dibangun hotel dan apartemen, dan PSCN dipindahkan kelokasi kumuh padat penduduk Jl. Jembatan Besi II/26 Tambora Jakarta Barat, 4. Pada tahun 1993 RS Sumber Waras meminjam uang dari Bank Liman International sebesar Rp.5.450.000.000,- untuk renovasi bangunan dengan menyerahkan kedua sertifikat tanah RS. Sumber Waras HGB 2978 dan SHM 124 sebagai jaminan untuk waktu 10 tahun.
22. Gugatan Hukum ke Sdr. Padmo Soemasto SH, cs dilakukan oleh dr.Eddy Waworuntu cs.pada bulan Oktober 1998 baik secara pidana,perdata maupun Tata Usaha Negara. Dr. Eddy menggugat akte no.4 tahun 1966 tentang pemisahan Yayasan Kesehatan Candra Naya dengan PSCN dan penggantian nama YKCN menjadi YK Sumber Waras, perubahan AD YKSW dan penggantian pengurusnya adalah tidak sah atau palsu, begitupun akte hibah no. 5 tahun 1970 dinilai tidak sah. Sementara dalam PTUN, departemen Kesehatan digugat karena memberikan perpanjangan izin kepada RS Sumber Waras (7)
23. Gugatan Pidana baik ditingkat PN maupun PT maupun gugatan PTUN dimenangkan oleh dr. Eddy Waworuntu (7.1 dan 7.2), namun diperadilan Perdata gugatannya ditolak (7.4), dan di MA perkara pidana dikalahkan (7.3).
24. Hakim di Pengadilan Negeri (PN) dalam putusannya No. 175/PID/B/1999 tanggal 26 Oktober 1999 memutuskan Sdr. Padmo Soemasto bersalah membuat dan mengunakan surat palsu akta no.4 tahun 1966 dan menghukum penjara 6 bulan masa percobaan 1 tahun, dan putusan PN ini diperkuat dalam putusan Pengailan Tinggi (PT) No. 85/PID/2000/PT.DKI tanggal 18 Desember 2000.
25. Putusan PT tersebut disampaikan pada Sdr. Padmo Soemasto pada tanggal 29 Maret 2001 dan segera pada tanggal 10 April 2001 Sdr. Padmo mengajukan Kasasi dan Risalah Kasasih dibuat tanggal 20 April 2001 terdakwa Sdr. Padmo mengemukan keberatan2 bahwa gugatan telah daluwarsa, bahwa soal quarum dimana penyebab ketidak hadiran pengurus hingga tidak tercapai quarum krn didasari situasi pasca pemerontakan PKI dimana keadaan Yayasan saat itu morat marit dan pengurusnya tidak diketemukan lagi dan penyelenggara rapat ingin membawa nafas baru bagi organisasi/yayasan yang bersih dari warna politik yang tidak disenangi rakyat.(5.3hal 28), bahwa penyimpangan dari AD-ART YKCN dilakukan dengan etikad baik, bahwa setelah hakim Perdata menentukan lebih dahulu ada tidaknya penyimpangan AD atau sah tidaknya rapat, barulah masalahnya diajukan ke proses Pidana (7.3.hal 29) dan dimohon untuk menghentikan pemeriksaan kasasi untuk memberi kesempatan penyelesaian di proses Perdata (Sdr. Padmo berpendapat masalah Quarum adalah masalah Perdata). Hakim di MA berpendapat bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, dan memutuskan bahwa tuntutan pidana telah hapus karena daluwarsa sehingga keberatan2 lain tidak perlu dipertimbangkan lagi, selanjutnya MA memutuskan putusan PT dibatalkan (No. 1107 K/Pid/2001 tanggal 28 Januari 2002).(7.3hal31)
26. Dalam Gugatan Perdata selain masalah akte No.4tahun 1966 juga akte hibah No.5 tahun 1970 (7.4hal7), yang diajukan oleh Dr. Eddy Waworuntu pada tanggal 29 Mei 2000. Dalam putusannya no. 207/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Brt tanggal 14 Juni 2001 hakim Perdata menilai gugatan perdata tersebut erat kaitannya dengan gugatan Pidana yang masih berlangsung di tingkat Kasasi sehingga belum ada kepastian hukum sah tidaknya akte No. 4 tahun 1966, maka hakim Perdata berpendapat gugatan Penggugat belumlah saatnya, oleh karena mana gugatan tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. (7.4hal45). Sidang tingkat lanjutan (bila ada), sampai sekarang masih belum kami berhasil dapatkan copynya.
27. Sementara dalam gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara, Departemen Kesehatan digugat dr. Eddy Waworuntu karena telah memberikan izin perpanjangan kepada YKSW untuk menyelengarakan RS Umum dengan nama RS Sumber Waras pada tanggal 18 Desember. Selanjutnya dalam putusannya No. 09/G.TUN/2001 tanggal 28 Januari 2002 hakim PTUN memutuskan membatalkan perpanjangan izin yang dikeluarkan oleh Depkes (7.5). Sidang tingkat lanjutan (bila ada), sampai sekarang masih belum kami berhasil dapatkan copynya.
28. Reformasi internal di YKSW, Sdr. Padmo Soemasto SH di demo besar2an oleh karyawan RS Sumber Waras sehingga terjadi pendudukan RS. Sdr. Padmo Soemasto pada tgl 30 Nopember 1998 melayangkan surat ke Kakanwil Depkes DKI yang pada inti menyatakan sebagai ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras bahwa sehubungan izin RS yang sudah habis masanya dan berbagai permasalahan yang tidak terselesaikan YKSW merencanakan tidak mengajukan perpanjangan ijin tersebut atau bahkan akan menutup Rumah Sakit tersebut (4.3). Kemudian pada tanggal 29 Juni 2002 akta 281, ibu Kartini Muljadi SH mulai menjabat sebagai Ketua YKSW mengantikan Sdr. Padmo Soemasto SH.yang menjadi ketua YKSW sejak 1966 (5.1hal4)
29. Sementara di PSCN pada 1999, Sdr. I Wayan Suparmin SH yang semula anggota dan pengurus di bagian Bilyard diajak Pak Laut Sugeng dari bagian Pendidikan menemui Sdr. Padmo Soemasto SH dirumahnya, meminta Sdr. Padmo Soemasto SH melakukan suksesi di PSCN. Semula Sdr. Padmo keberatan, namun karena didesak dengan berbagai alasan akhirnya disetujui. Diadakanlah pemilihan ketua baru pada 22 September 1999, dari calon yang ada Sdr. I Wayan Suparmin ikut didalamnya dan terpilih sebagai ketua utk periode 2000-2005. Sertijabnya dilakukan pada tanggal 26 Januari 2000. Jabatan ketua PSCN seterusnya dipegang oleh sdr. I Wayan Suparmin hingga sekarang berdasarkan surat keputusan rapat PSCN no. 26 tanggal 28 Juni 2011.(5.17hal4)
30. Sdr. Padmo Soemasto yang memimpin RUA PSCN tanggal 22 September yang dihadiri oleh 292 dari 407 anggota yang terdaftar yang putusannya antara lain, menyetujui laporan pengurus periode 1993-1999 dan membebaskan dari segala tanggung jawab dan menerima pengunduran diri dari pengurus PSCN periode 1995-1999, memecat sdr. Dr Eddy Waworuntu sebagai pengurus dan anggota PSCN, mengulangi pendirian PSCN dalam rapat tanggal 28 April 1966 tentang pemisahan YKCN adalah sah dan memutuskan akta no. 4 tahun 1966 adalah sah karena dengan perubahan tersebut PSCN tidak dirugikan, menyetujui pembatalah hibah tanah PSCN kepada YKSW di jalan Kyai Tapa No. 1 Jakarta Barat. Risalah RUA diatas dikenal sebagai akta penyimpana surat no. 12 tanggal 17 Januari 2000(2.3hal7)
31. Dalam hal putusan RUA 1999 diatas khusus mengenai hibah tanah tersebut, Sdr. Padmo Soemasto terlebih dahulu menerangkan dalam pertanggung jawaban tahun 1996-1999 dalam point g sebagai berikut : Tanah PSCN dulu Sin Ming Hui seluas 7000m2 yang sesuai dengan Rapat Umum Anggota tanggal 9 Desember 1990 diulang dihibahkan kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras/Rumah Sakit Sumber Waras, karena tidak dapat pengesyahan perubahan Anggaran Dasar PSCN dari Instansi yang terkait, maka tidak dapat diadakan pelaksanaan hibah. Pada saat G 30 S para Pengurus YKCN berafilisasi kepada organisasi terlarang, sehingga tanah dihibahkan ke YKSW akan tetapi pnghibahan dimaksud tanpa persetujuan Rapat Umum Anggota, kalau tidak dihibahkan tanah dapat disita oleh Negara. Lahan tersebut sekarang masih tetap milik PSCN dengan status Hak Milik No. 124 Surat Ukur No. 601 tahun 1954. Sehingga dengan demikian Pengurus bebas dari sangkaan penggelapan (2.3hal4).
32. Selanjutnya PSCN dibawah Sdr. I Wayan Suparmin SH, meski lambat tampak banyak kemajuan diberbagai bidang, antara lain dengan diadakannya perayaan ulang tahun PSCN ke 60 pada tahun 2006 dan bertambahnya bidang pendidikan dan klinik TCM (Traditional Chinese Medicine). Sementara YKSW telah terjadi mismanagement, demo karyawan sering terjadi (8.2.1) dan masyarakat mulai meninggalkan RS Sumber Waras, sementara pihak YKSW sibuk merencanakan penjualan RS SW keberbagai pihak dan iklannya dipasang di media online (8.3.4)
33. Pada tanggal 29 Juli 2004 Bank Liman International(4.4) menyerahkan dokumen asli eks jaminan kridit YKSW yang diserahakn pada PT Bank Liman International, yaitu asli SHM No.124/Tomang eluas 32.370M2 an. Sin Ming Hui kepada PSCN yang diwakili oleh I Wayan Suparmin SH selaku ketua dan Ir. Andi Santoso selaku Sekretaris 1 (berdasarkan akta penyataan no. 87 tanggal 29 Juli 2004). Sementara asli HGB No.2878 seluas 36.410M2 an. YKSW diserahkan ke YKSW yang diterima oleh Ketuanya ibu Kartini Muljadi.
34. Atas dasar surat hibah no.5 tahun 1970 dari PSCN ke YKSW yang dibuat dihadapan notaris Djojo Muljadi aka Liem Tjing Hien aka suami ibu Kartini Muljadi, dan alasan ingin membangun kembali bangunan RSSW dan sertifikat asli dibutuhan untuk mengurus IMB, maka pada tanggal 22 Oktober ibu Kartini Muljadi an ketua YKSW meminta kembali asli sertifikat tanah SHM no.124 dari tangan I Wayan Suparmin. Permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh I Wayan Suparmin sehingga Kartini Muljadi pada tanggal 23 Juni 2011 melakukan upaya somasi melalui pengacaranya dari kantor advokat Kalaimang & Ponto.(5.1hal 7)
35. Sejak 22 Oktober 1999 sampai somasi 14 Juli 2011 jumlah surat YKSW yang meminta pengembalian SHM no.124/Tomang ke Sdr. Wayan sebanyak 10 buah. Menurut Kartini Muljadi pada tangal 26 Mei 2010 Sdr. I Wayan Suparmin bertindak an PSCN menyatakan bersedia menyerahkan sertifikat tanah SHM No. 124 kepada YKSW jika YKSW memberikan kompensasi 40% bagian dari harga yang disepakati. Sementara dari I Wayan Suparmin menyatakan untuk menyelesaikan konflik ini, dirinya atas persetujuan pengurus PSCN pernah menawarkan 3 alternatif penyelesaian yaitu meminta sebagian tanah dibagian depan jalan untuk kegunaan membangun sekolah Komputer atau meminta bagian saham atau meminta 40% dari harga jual, penawaran tersebut didasari santernya informasi yang mengatakan pihak YKSW ingin melakukan kerja sama dan atau menjual RS Sumber Waras dengan pihak asing. Permintaan Sdr. Wayan/PSCN ditolak dengan alasan YKSW sama sekali tidak berniat menjual tanah SHM 124 bahkan merencanakan untuk membangun rumah sakit baru diatas tanah tersebut (5.1hal6).
36. Selanjutnya Kartini Muljadi pada tanggal 10 April 2014 melaporkan I Wayan Suparmin kepolisi dengan tuduhan penggelapan. Dan pada tanggal 30 Juni 2015 I Wayan Suparmin mulai dikenakan tahanan phisik di Rutan Salemba (5.21). Dan Sdr. Wayan melalui pengacaranya balik menggugat Kartini Muljadi secara perdata pada tanggal 18 Nopember 2014 (6.1).
37. Sebelum sidang perdana dimulai, ibu Ester istri dari I Wayan Suparmin diperas oleh salah satu anak Kartini Muljadi bahwa untuk dapat melepaskan Wayan dari tahanan agar diserahkan surat sertifikat tanah milik no. 124/Tomang tanpa syarat melalui putusan RUA PSCN. Diwaktu yang bersamaan seorang teman sdr. Wayan, Sdr. Brigjen dr. Harmin Santoso menemui Kartini Muljadi dikantornya dan mendapat keterangan langsung dari Kartini Muljadi yang mengatakan Sdr. Wayan dapat dilepaskan kapan saja, dengan mengumpamakan bila sertifikat diserahkan pagi hari, siangnya Wayan akan dilepas.
38. Dengan ditahannya Sdr. I Wayan Suparmin, anak istri Sdr. Wayan dan pengurus PSCN menjadi panic, dan setelah melalui 3 kali RUA akhirnya tercapai quarum RUA pada tanggal 27 Juli 2015, yang dengan terpaksa menyetujui penyerahan SHM 124 tanpa syarat kecuali semata-mata agar Sdr. Wayan dikeluarkan dari tahanan sesuai janji lisan yang diberikan oleh ibu Kartini Muljadi kepada ibu Ester maupun Sdr. Brigjen dr. Harmin Santoso.
39. Sementara kawan2 Sdr. Wayan mengkwatirkan dengan diserahkannya sertifikat tanah, selanjutnya Sdr. Wayan tetap ditahan dan dipenjara, akhirnya kekwatiran mana disampaikan oleh sdr. Wayan secara tertulis pada ibu Kartini Muljadi pada tanggal 5 Agustus 2015 (5.26) dan dibalas oleh Kartini Muljadi pada keesokan harinya tanggal 6 Agustus 2015 (5.27) yang secara tertulis menyatakan setuju menghentikan perkara dan melepaskan Sdr. Wayan dari semua tuntutan hukum jika SHM no. 124/Tomang diserahkan ke YKSW dan YKSW berjanji untuk melakukan tindakan yg diperlukan untuk menghentikan perkadar pidana no. 1222/Pid.B/2015/PN.JKT.BRT.
40. Upaya pemerasan dengan diawali penahanan dan disertai janji2 lisan maupun tertulis bahwa Sdr. Wayan akan dilepas bila Sertifikat tanah diserahkan, akhirnya mengalami kebutuan karena pihak Pengadilan Negri dengan sidangnya yang marathon tanggal 23 September 2015 No.1222/Pid.B/2015/PN.JKT.BRT (5.32) memutuskan Sdr. Wayan bersalah, menghukumnya dengan penjara 18 bulan dan memerintahkan sertifikat tanah hak milik no. 124/Tomang diserahkan ke Kartini Muljadi selaku ketua YKSW.
41. Gugatan Perdata Sdr. Wayan ternyata dikalahkan melalui putusan hakim majelis tanggal 14 Juli 2015 No. 599/Pdt/G/2014/PN.JKT.BRT (6.3)
42. Kekalahan pihak sdr. Wayan/PSCN baik di Perdata dan Pidananya dimintakan banding melalui memori banding perdata tanggal 18 Agustus 2015 (6.4) dan memori banding pidana tanggal 6 Oktober 2015 (5.33)
43. Pada tanggal 23 Nopember 2005 dalam surat No. 231/PID/2015/PT.DKI Sdr. I Wayan Suparmin oleh hakim Pengadilan Tinggi dinyatakan tidak melakukan tindakan pidana dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan surat tanah SHM no.124/Tomang dikembalikan kepada PSCN.(5.34)
44. Bahwa bersamaan dengan ditahannya Sdr. Wayan, media nasional dihebohkan dengan berita temua BPK atas potensi kerugian Pemprov DKI periode 2013 sebesar 2,14 Triyun dimana didalamnya terdapat 191Millayard rupiah potensial kerugian Pemprov akibat pembelian lahan HGB 2878 an. YKSW (8.6). Lahan tanah tersebut dijual oleh Kartini Mulyadi/YKSW pada tahun 2014 ke Pemprov DKI seharga Rp.755 Millyard Rupiah. Tanah yang sama sebelumnya juga sudah terjual dan terikat perjanjian jual beli dengan pihak PT. CKU. Niatan jual lahan HGB 2878 maupun SHM 124/Tomang oleh pihak Kartini Muljadi/YKSW sebenarnya sudah lama didengar publik yaitu dengan dipasangnya iklan dijual RS Sumber Waras beserta isinya di iklan properti online tahun 2013 dan 2014 (8.3). Sementara pengelolaan RS Sumber Waras selama dalam periode Kartini Muljadi juga tampak mismanagement ditandai dengan banyaknya demo dan keributan dari karyawan RS Sumber Waras (8.2), kekacauan tersebut memberikan indikasi bahwa pengurus YKSW tidak serius menjalankan usaha RSSW melainkan lebih sibuk dalam mengurusi penjualan lahan RS Sumber Waras.
45. Kartini Muljadi sendiri dikenal dalam masyarakat sebagai wanita tangguh yang berprofesi dibidang hukum dengan pengalaman sebagai hakim dan notaris ternama, dan sejak tahun 1996 oleh majalan forbes dimasukan dalam daftar konglomerat Indonesia (8.1). Bagi kalangan internal PSCN khususnya orang2 tua yang mengikuti dari masa proses berdirinya PSCN/YKSW, Kartini Muljadi bukan saja dikenal sebagai istri dari ketua PSCN periode 1953-1955 sdr. Liem Tjing Hien aka Djojo Muljadi, namun juga Kartini Muljadi dikenal dengan nama P.F.Kho yang pernah tercatat sebagai karyawan/Pengurus di PSCN pada tahun 1955 (1.12.5) bahkan dalam laporan audit keuangan tahun 1958 untuk periode 1955 diketahui P.F.Kho masih belum mempertanggung jawabkan kelebihan uang kepanitian yang dipercayakan kepadanya pada akhir tahun 1955 (1.12.3.2hal 5). Sementara keluarga Kartini Muljadi juga dikenal sebagai keluarga yang hedonis terutama kehidupan cucunya yang kehedonisannya sampai terkenal di dunia International (8.1)
46. Kasus pembelian RS Sumber Waras oleh Ahok Gubernur DKI akhirnya pada tanggal 7 Desember 2015 hasil pemeriksaannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diserahkan ke Komisi Pemberatntasan Korupsi (KPK). Anggota III BPK RI, Eddy Mulyadi Supardi mengatakan setidaknya ada enam penyimpangan, yaitu dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber WAras, penentuan harga dan penyerahan hasil.
47. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkumpulan sosial yang didirikan oleh masyarakat Tionghoa pada awal masa kemerdekaan yang bernama Sin Ming Hui yang sarat dengan sejarah perjuangan dalam bidang sosial dalam perjalannya dapat dibagi dalam 4 periode, yaitu :
1. Periode 1946-1962 Masa paling indah, dimana Perkumpulan Sin Ming Hui sebagai perkumpulan sosial Tionghoa terbesar yang semata berkerja meningkatkan harkat manusia Indonesia pasca perang dunia 2 tanpa membedakan suku, agama, ras, aliran, kelompok.
2. Periode 1963-1965 Masa paling kelabu dimana kelompok dari ormas besar dimasa itu yaitu Baperki yang dinilai pemerintah berafiliasi dengan PKI berhasil menguasai Perhimpunan Sosial Candra Naya (yg nama lamanya Sin Ming Hui).
3. Periode 1966-1999 Masa PSCN dan YKSW diselamatkan sekaligus juga ‘disandera’. Ekses dari pemberontakan PKI, ormas dan sekolah yang terafiliasi dengan PKI ditutup dan asetnya disita pemerintah. Begitupun dengan PSCN dan YKSW yang pada tahun 1963-1965 diketuai oleh seorang tokoh Baperki menjadikan PSCN terancam diambil alih pemerintah. Pada masa itu Sdr. Padmo Soemasto cs berhasil menyelamatkannya, namun selanjutnya Sdr. Padmo cs ‘menyandera’ PSCN dan YKSW selama lebih dari 34 tahun dan baru melepaskan kepemimpinannya setelah di reformasi oleh para anggota dan pengurus PSCN dan YKSW lainnya.
4. Periode 2000-2015 Masa penjarahan, dimana aset YKSW diperlakukan layaknya aset milik pribadi konglomerat hitam Kartini Muljadi. Rumah sakit tidak dikelola secara serius berujung dengan dijualnya lahan HGB No.2878 ke Pemprov DKI seharga Rp.755 Millyard yang akhirnya menjadi kasus di KPK. Sementara sang Konglomerat hitam mengunakan kuasanya merebut lahan SHM No. 124/Tomang dengan mengkriminalisasi ketua PSCN Sdr. I Wayan Suparmin dengan memenjarakannya dan memeras istrinya untuk menyerahkan sertifikat SHM No. 124/Tomang untuk bisa mengeluarkan suaminya Sdr. Wayan dari penjara. Sementara PSCN nya yang sudah tergusur dilokasi pemungkiman yang padat dan kumuh Jl. Jembatan besi II/26 Jakarta Barat tetap berusaha eksis terutama dalam bidan pendidikannya.
Adalah wajar bila masyarakat Tionghoa khususnya mereka yang telah berkarya maupun sekolah di PSCN untuk mengutuk pihak manapun yang berusaha untuk melenyapkan bukti sejarah perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia dimasa awal kemerdekaan baik itu penjual maupun pembeli yang ingin membangun bangunan lain diatas lahan PSCN yang dulunya ditahun 1953 dibeli dari hasil sumbangan masyarakat. Diharapkan juga ketua YKSW yang ahli hukum yang tak pernah tersentuh hukum, konglomerat wanita Indonesia yang masih belum mempertanggung jawabkan sisa uang kepanitian yang dipercayakan padanya ditahun 1955 dan yang merebut sebagian tanah RS Sumber Waras yang masih atas nama PSCN dengan memenjarakan ketua PSCN dan memeras istrinya dan pengurus PSCN untuk menyerahkan tanah tsb tanpa syarat untuk segera diusut segala kejahatan baik terhadap PSCN maupun YKSW. Karena perlakuannya merupakan penyimpangan sosial yang menciderai rasa keadilan masyarakat, sehingga ketua YKSW layak dijadikan musuh bersama (common enemy) khususnya bagi seluruh warga PSCN. Hal ini sesuai dengan ajakan bapak Khoe Woen Sioe dkk selaku pendiri PSCN ditahun 1946 untuk melakukan revolusi dikalangan masyarakat Tionghoa dengan menyingkirkan hal yang buruk yang menjadi penyakit dalam masyarakat dan sebaliknya menjadikan masyarakat Tionghoa sebagai pelopor dalam berbuat kebaikan bagi masyarakat.
Perjuangan bapak Candra Naya alm Khoe Woen Sioe harus kita lanjutkan terus sampai ke anak cucu kita, bila hari ini digenerasi kita sulit menghadapi konglomerat hitam dan pejabat yang tak mengerti nilai sejarah sehingga mereka berhasil menjual/membeli aset tanah PSCN yang penuh sejarah, minimal kita bisa membuat catatan2 peristiwanya sehingga anak cucu kita bisa mengetahuinya siapakah manusia/tokoh masyarakat yang merongrong dan menghancurkan usaha mulia PSCN. Seharusnya didalam memperkokoh persatuan bangsa, apalagi didalam masyarakat yang masih sering timbul kecemburuan sosial dan pandangan bahwa kelompok masyarat Tionghoa masih eksklusif dan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri, maka sudah selayaknya semua pihak harus merevitalisasi perjuangan PSCN, bukan sebaliknya menjarahi aset dan penjarai ketuanya.