Ketika #dirumahaja, selain bekerja dan mengurus anak, salah satu kegiatan yang mungkin kita lakukan adalah mencari informasi terbaru terkait virus corona hampir setiap waktu. Ya Moms, memang penting bagi kita untuk terus melek informasi di masa pandemi seperti sekarang ini. Namun nyatanya, terlalu banyak menelan informasi ini juga membuat Anda atau anggota keluarga Anda berisiko menjadi cemas.
Sehingga membuat Anda mungkin mengalami reaksi sugesti yang mirip dengan gejala virus corona. Seperti mengalami sesak napas, batuk, atau yang membuat tubuh Anda tidak enak badan. Bila ini terjadi, mungkin Anda atau keluarga Anda sedang mengalami gejala yang disebut psikosomatik. Apa itu ya?
Kepala Klinik Psikologi Rumah Sakit Melinda 2 Bandung, Ifa Hanifah Misbach, S.Psi, M.A, Psikolog mengatakan, psikosomatis/psikosomatik atau sebelumnya disebut psikofisiologis, merupakan gangguan fisik yang dialami seseorang dan pemicunya disebabkan faktor psikologis. Hal ini ditandai dengan tidak efektifnya cara-cara menanggulangi stres atau coping yang dilakukan.
Ilustrasi membaca berita virus corona Foto: shutterstock
“Manusia yang sehat mental itu juga bukan manusia yang bisa lepas dari stres begitu saja. Setiap hari orang-orang pasti akan menghadapi stres, bahkan jauh sebelum munculnya corona. Tapi bagaimana seseorang itu untuk mengatasinya disebut coping. Nah coping ini bisa berbagai macam mulai dari olahraga, mendengarkan musik, pokoknya selama efek stresnya hilang. Kalau tidak efektif, kelamaan jadi menetap, sejumlah gejala dialami, itu bisa berujung kita mengalami psikosomatis,” kata Ifa dalam webinar ‘Bincang-bincang Serangan Kecemasan Corona, Kenali dan Atasi!’, Jumat (1/5).
Ia juga mengatakan, terlepas coping stresnya efektif atau tidak, Anda mungkin akan tetap mengalami reaksi fisiologis bila tidak bisa mengelola stres dengan baik akibat pemberitaan soal virus corona tersebut, Moms. Yaitu akan mempengaruhi organ terlemah di tubuh Anda atau keluarga Anda, sehingga ketika mengalami tekanan masalah, organ terlemah Anda adalah menunjukkan reaksi sakit.
“Yang udah ada bawaan, jadi bisa lebih memperparah. Misalnya asma sesaknya jadi lebih sering, kalau misalnya dadanya sesak, tambah berat. Tidak ada corona atau tidak sebenarnya tubuh sudah sensitif terhadap stres,” ujarnya.
Lantas, bagaimana ciri-ciri keluarga Anda mengalami gejala psikosomatis? Psikolog yang juga dosen psikologi di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat ini mengatakan ada tiga kriterianya. Pertama, Anda harus kenali dulu apakah reaksi tubuh persisten atau tidak. Misalnya terjadi setiap hari selama 3-6 bulan berturut-turut.
“Lalu ciri yang kedua, fokus penderitanya berlebihan atau enggak. Jadi dalam 24 jam, apakah ia hanya memikirkan gejala sakitnya itu seperti misalnya memikirkan takut tertular virus corona. Nah waktu produktifnya itu terambil sampai tidak bisa sosialisasi, tidak terkoneksi dengan sekitarnya, tidak ingat anak, suami, atau orang tua. Kemudian merasa pikirannya terkurung sehingga ia seakan-akan hidup seperti orang sakit,” kata Ifa.
Lalu yang ketiga, kenali apakah gangguan gejalanya menetap atau tidak, Moms. Misalnya Anda merasa batuk saja ketika membaca berita tersebut. Atau bisa jadi gabungan, antara batuk, sesak napas, dan merasa tidak enak badan. Nah bila tiga ciri tersebut tidak ada pada Anda dan keluarga, artinya kesehatan mental Anda baik-baik saja.
“Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, kita harus menjaga imun tubuh. Karena kalau lemah, Anda mudah stres dan mudah cemas dan takut, nanti virusnya mudah masuk ke sistem imunitas tubuh kita sehingga jadi mudah sakit,” tutupnya.